Penulis : Chairan Manggeng
Ironi negeri ini semakin menusuk. Di saat rakyat menjerit dengan harga beras melambung, biaya pendidikan kian mencekik, dan lapangan kerja yang makin sempit, para petinggi justru sibuk mempertontonkan hidup glamor. Rumah bak istana, arloji ratusan juta, hingga pesta makan di restoran mewah berseliweran di media sosial. Semua itu hanyalah panggung pencitraan. Di balik layar, borok sesungguhnya menganga: lingkaran gelap escot elite yang dijadikan pelengkap gaya hidup pejabat.
Kamuflase Perempuan Eksekutif
Fenomena ini bukan sekadar gosip murahan. Para leadis escot hadir bukan dengan dandanan murahan, melainkan berpenampilan profesional: pengusaha, sales otomotif, bahkan CEO media gadungan. Identitas “kelas eksekutif” itu jadi tiket masuk ke ruang-ruang pejabat tinggi. Dari ketua DPR, kepala dinas, hingga bupati, mereka jadi incaran.
“Target mereka jelas. Mereka masuk lewat banyak pintu, termasuk lewat media. Bahkan ada yang mengaku pemilik media demi mendekati pejabat,” ungkap seorang wartawati senior dengan nada geram.
Wartawan Jadi Perantara
Lebih memprihatinkan lagi, sebagian wartawan justru ikut bermain. Buku telepon penuh nomor pejabat penting berubah jadi tambang emas. Dari situ, daftar target disusun. Telepon, pertemuan, hingga eksekusi: pejabat dipancing, digoda, lalu terjerat. Awalnya sekadar godaan, lama-lama jadi candu, dan akhirnya terperangkap dalam lingkaran pemerasan.
Pejabat Jadi ATM Hidup
Hasilnya? Banyak pejabat berubah menjadi “ATM hidup.” Ada yang dipaksa menanggung apartemen, ada yang membelikan mobil mewah, ada pula yang mendanai liburan ke luar negeri. Semua demi memuaskan nafsu pribadi, sementara rakyat hanya bisa gigit jari menghadapi beban hidup yang makin berat.
Kemunafikan Jadi Budaya
Ini bukan fenomena baru. Pasca-reformasi 1999, praktik seperti ini sempat meredup. Namun kini, ia bangkit dengan wajah lebih licin, lebih rapi, dan jaringan lebih terstruktur. Pejabat yang di depan podium lantang bicara soal moral, bahkan pandai mengutip ayat suci, ternyata di balik meja rapat larut dalam pesta maksiat. Inilah wajah asli kemunafikan yang menjijikkan.
Peringatan Keras
Jika lingkaran setan ini dibiarkan, negeri ini hanya akan makin terpuruk. Integritas pejabat runtuh, kebijakan publik diperdagangkan, dan rakyat tetap jadi korban.
Tulisan ini menutup dengan peringatan keras: wahai para pejabat negeri Konoha, tanggalkan topengmu. Ingat sumpah jabatanmu. Jangan khianati rakyat yang memberi mandat. Jika tidak, sejarah akan menuliskan namamu bukan sebagai pemimpin, melainkan sebagai pengkhianat bangsa yang menjual kehormatan demi nafsu murahan.