BERITA RAKYAT ACEH I Lintau Buo, Tanah Datar — Di balik keindahan panorama karst Ngalau Indah Pangian, tersimpan kisah penting tentang upaya penyelamatan Surili Sumatera (Presbytis melalophos), primata endemik yang kini semakin terdesak oleh perubahan bentang alam. Melalui kerja keras dan kolaborasi berbagai pihak, masyarakat setempat bersama tim konservasi mulai menumbuhkan harapan baru bagi keberlanjutan spesies ini.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim PKGB Universitas Syiah Kuala menunjukkan bahwa populasi Surili Sumatera di kawasan ini masih bertahan dalam kondisi stabil, dengan sekitar 35-40 individu dimana struktur populasi teramati di seluruh jalur pengamatan. Area Ngalau indah pangian menjadi spot paling bagus untuk pengamatan dan tercatat memiliki frekuensi perjumpaan tertinggi dan ukuran kelompok terbesar indikasi bahwa kawasan tersebut masih memiliki tutupan tajuk yang rapat, ketersediaan makanan yang cukup, dan tingkat gangguan manusia yang rendah.
Namun, di balik temuan positif ini, tantangan konservasi masih besar. Perbukitan karst dan tepian hutan di sekitar Ngalau semakin terfragmentasi akibat ekspansi perkebunan, penebangan liar, dan kebakaran hutan yang kerap terjadi setiap musim kemarau. Fragmentasi ini tidak hanya mengancam kelangsungan hidup Surili Sumatera, tetapi juga mengganggu fungsi ekologis karst sebagai daerah tangkapan air yang penting bagi masyarakat sekitar.
“Habitat karst Ngalau bukan hanya rumah bagi Surili Sumatera, tapi juga sumber air dan kehidupan bagi masyarakat Lintau Buo,” ujar Zulfikar, M.Si yang merupakan salah satu peneliti dari Pusat Penelitian Konservasi Gajah dan Keanekaragaman Hayati (PKGB) Universitas Syiah Kuala. “Melindungi hutan karst berarti melindungi masa depan manusia dan alam di Tanah Datar.”
Sebagai respons terhadap kondisi kritis tersebut, tim konservasi dengan dukungan dari Rewild telah memfasilitasi serangkaian kegiatan konservasi berbasis masyarakat. Warga sekitar kini aktif berpartisipasi dalam penanaman pohon lokal di area terdegradasi, mengikuti pelatihan konservasi, dan membantu memantau keberadaan satwa liar di sekitar gua dan perbukitan.
Selain kegiatan lapangan, dialog dan konsultasi dengan pemerintah kabupaten dan provinsi juga telah dilakukan. Upaya ini bertujuan untuk mendorong penetapan zona konservasi di kawasan karst Ngalau Indah Pangian, sebagai langkah formal untuk melindungi habitat Surili Sumatera dan menjaga keberlanjutan sistem hidrologi yang menopang kehidupan masyarakat.
Dengan dukungan Rewild, sinergi antara ilmuwan, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal kini semakin kuat. Kolaborasi ini bukan hanya tentang menyelamatkan satu spesies, tetapi juga tentang membangun kesadaran ekologis dan rasa memiliki terhadap alam yang menjadi sumber penghidupan bersama.
Melalui semangat gotong royong, Lintau Buo kini menjadi simbol harapan baru bagi konservasi Surili Sumatera di Sumatra Barat. Di tengah tantangan perubahan lanskap dan tekanan manusia, suara alam dari Ngalau Indah Pangian terus mengingatkan bahwa konservasi bukan sekadar tugas ilmiah melainkan warisan untuk generasi yang akan datang.
