Usman Lamreung – Mendagri Jangan Buang Badan

BERITA RAKYAT ACEH l Banda Aceh – Pengamat kebijakan publik Aceh, Dr Usman Lamreung, minta Mendagri tidak buang badan terkait kasus empat pulau di wilayah Singkil agar diselesaikan ke PTUN.

Menurut Usman sumber konflik justeru diciptakan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Bersama jajarannya, mantan Kapolri itu secara sepihak

Status kepemilikan 4 pulau di wilayah Aceh Singkil telah tuntas sejak tahun 1992. Kesepakatan antara Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan sudah final, keempat pulau itu milik Aceh.

Tidak ada alasan untuk dibawa ke pengadilan karena status keempat pulau milik Aceh (Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek)

Keputusan Tito, kata Usman, lebih mengedepankan pendekatan sentralistik dan mengabaikan status Aceh sebagai daerah otonomi khusus. “Keputusan itu berpotensi menimbulkan ketegangan yang lebih luas,” ujar Usman, Jumat (13/6).

Dalam pernyataan kepada media, Mendagri menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak memiliki kepentingan pribadi dalam perkara ini. Tujuan utama mereka, kata Tito, adalah menyelesaikan persoalan batas wilayah secara objektif dan sesuai dengan ketentuan hukum.

Keempat pulau yang disengketakan sebenarnya sejak masa kolonial Belanda merupakan bagian dari wilayah Aceh, meskipun secara geografis berada di lepas pantai Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Menteri Tito Karnavian menyampaikan bahwa sengketa ini telah berlangsung sejak tahun 1928 dan melibatkan banyak pihak serta lembaga negara.
Proses penyelesaiannya telah berlangsung panjang dan melewati berbagai tahapan, bahkan jauh sebelum ia menjabat. Setelah melalui sejumlah pertimbangan, pemerintah pusat mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang diterbitkan pada 25 April 2025. Melalui keputusan tersebut, keempat pulau di Samudera Hindia ditetapkan sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara.

Baca Juga:  Kantongi 38 Surat Dukungan, Tgk Anwar Tunjuk Duet Nazir Adam-Heri Julius Sebagai Tim Pemenangan

Keputusan itu menuai kekecewaan yang mendalam bagi masyarakat Aceh. Sebab, sengketa atas keempat pulau ini telah diselesaikan melalui kesepakatan antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar pada tahun 1992. Kesepakatan tersebut menetapkan bahwa keempat pulau merupakan bagian dari Aceh. Persoalan ini kembali mencuat pada tahun 2008 ketika Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (TNPNR) mengangkat kembali status penamaan wilayah, yang justru menjadi pemicu sengketa berkepanjangan.

Keputusan terbaru Mendagri yang dirasakan sebagai kesewenang-wenangan oleh rakyat itu kemudian memunnculkan berbagai macam rumor. Ada yang menduga jika Tito melakukan itu sebagai balas budi kepada mantan Presiden Jokowi yang telah memberikannya fasilitas jabatan yang masih berlanjut hingga sekarang.

Merespon sorotan publik, Tito menyatakan bahwa pihaknya akan memfasilitasi pertemuan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara guna membahas konflik kepemilikan 4 pulau.

Menurut pengamat ini, tawaran Mendagri terkesan lucu dan mengada-ada, sebab konflik itu bersumber dari kebijakan dia sendiri yang mengabaikan hak otonomi Aceh. “Lalu, kenapa ada tawaran berdamai seakan-akan ada konflik antara Aceh dan Sumut? Sumber masalahnya SK Mendagri, harusnya keputusan itu yang perlu dibatalkan, bukan ditarik kemana-mana masalahnya,” tegas Usman.

Jika Mendagri ngotot mempertahankan keputusannya yang keliru dan tidak adil tersebut, sambungnya, kecurigaan publik yang mengaitkan dugaan ada kepentingan Jokowi di balik penguasaan 4 pulau itu semakin menguat. “Makanya, keputusan yang tepat adalah membatalkan SK, bukan menggiring agar permasalahan dibawa ke PTUN. Kalau tetap ngotot, berarti ada agenda yang dipaksakan,” demikian Usman Lamreung. (imj)