FGD Sinkronisasi dan Percepatan Realisasi Pergub Aceh tentang Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar

FGD Sinkronisasi dan Percepatan Realisasi Pergub Aceh tentang Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar

BERITA RAKYAT ACEH I Takengon – Sejumlah pemerintah kabupaten, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, serta instansi terkait berkumpul dalam Focus Group Discussion (FGD) di Ops Room Setdakab Aceh Tengah untuk membahas percepatan lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh tentang Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa (KLB) Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar, sebagai turunan dari Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar.(4/9/25)

Latar Belakang

Konflik manusia dengan satwa liar di Aceh terus meningkat dan menimbulkan dampak serius, mulai dari kerugian ekonomi, ancaman keselamatan jiwa, kerusakan lingkungan, hingga penurunan populasi satwa kunci seperti gajah, harimau, orangutan, dan badak.
Qanun 11/2019 secara tegas mengamanatkan lahirnya regulasi turunan berupa Pergub untuk memberikan dasar hukum penetapan status KLB, mekanisme penanggulangan, serta pemberian kompensasi bagi masyarakat terdampak.

Hingga kini, lima kabupaten – Aceh Tengah, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Selatan, dan Aceh Singkil – telah mengirimkan surat rekomendasi resmi kepada Gubernur Aceh agar Ranpergub segera dibahas dan disahkan. Namun, belum ada progres signifikan yang ditunjukkan pemerintah provinsi.

Jalannya Diskusi

Sambutan Bupati Aceh Tengah Diwakili Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Setdakab Aceh Tengah, Bapak Salman Nuri, S.STP., M.Ec.Dev

Bupati Aceh Tengah dalam Kata Sambutannya yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Setdakab Aceh Tengah, Bapak Salman Nuri, S.STP., M.Ec.Dev menyampaikan bahwa konflik manusia dan satwa liar di Aceh menjadi ancaman serius, yang tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi, namun juga mengancam keselamatan jiwa. Kemudian beliau juga menegaskan bahwa kejadian konflik manusia dan satwa liar dapat merusak lingkungan dan menurunkan populasi satwa liar. Qanun No. 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar telah memberikan mandat yang jelas agar pemerintah Aceh dapat menyusun regulasi turunannya terkait Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Konflik Manusia dan Satwa Liar.

Regulasi Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa atau KLB tersebut akan menjadi dasar hukum yang tegas untuk menetapkan status KLB, mengatur mekanisme pananggulangan, memperkuat koordinasi lintas sektor, serta menjadi landasan pemberian kompensasi bagi masyarakat yang terdampak.

Sebagai bentuk keseriusan daerah, sejak bulan Maret hingga Juli 2025, lima Kabupaten, yakni Aceh Tengah, Aceh Utara, Aceh Singkil, Aceh Timur, dan Aceh Selatan telah menyampaikan Surat Rekomendasi dan Dukungan resmi kepada Pemerintah Aceh khususnya kepada Gubernur Aceh dengan tembusan terhadap Instansi Pemerintahan Provinsi Aceh yang berwenang lainnya. Surat tersebut menegaskan pentingnya segera dilakukan pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar, dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota sejak tahap awal hingga proses pengesahan.

Namun, dengan penuh keprihatinan, hingga hari ini belum ada tanggapan ataupun Langkah nyata dari Pemerintah Provinsi Aceh untuk menindaklanjuti aspirasi daerah-daerah tersebut. Mengingat, persoalan Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar semakin hari semakin kompleks, mendesak, dan menuntut Solusi regulatif yang cepat serta tepat.

Oleh karena itu, FGD hari ini bukan hanya sekadar Forum Diskusi biasa, tetapi merupakan wujud dari upaya kolektif dan suara bersama dari daerah untuk mendesak percepatan realisasi Peraturan Gubernur yang telah lama ditunggu-tunggu. Forum ini juga menjadi ruang untuk memperkuat substansi regulasi, agar nantinya benar-benar kontekstual dengan kondisi lapangan, adil bagi masyarakat, serta berpihak pada upaya konservasi satwa liar.

Selanjutnya, untuk itu kita semua diharapkan dapat mengikuti FGD yang berlangsung selama dua sesi ini hingga selesai. Yang pada sesi awal kita akan mendengarkan pemaparan materi dari Bapak Prof. Dr. Abdullah, M.Si, yang merupakan Ketua Pusat Riset Konservasi Gajah dan Biodiversitas Hutan USK yang juga Sekretaris Tim Penulis Rancangan Peraturan Gubernur Tentang Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar.  Dan Bapak Dede Suhendra, seorang Akademisi dari UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Untuk Kemudian pada sesi kedua akan dilanjutkan dengan diskusi terbuka dengan difasilitasi oleh Bapak Dede Suhendra.

Peserta Yang Berhadir

FGD ini turut menghadirkan 4 Bupati atau yang mewakili dari Kabupaten di Aceh dengan skala intensitas konflik manusia dan satwa liar yang tinggi, beberapa di antaranya Tarmizi Panyang, S.I.Kom (Wakil Bupati Aceh Utara), Dailami, S.Hut, M.Ling (Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setdakab Bireun), Jamaluddin, ST (Plt. Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Aceh Timur), T. Nara Setia (Kepala Pelaksana BPBA), BKSDA, Camat Ketol, Pemerhati Gajah, NGO/CSO (Walhi Aceh, WWF-ID, Yayasan HAkA, LIPGA, FDKP, Redelong Institute, TPFF Karang Ampar, dan YLI). Termasuk 2 orang Narasumber yang menjadi pemantik FGD kali ini, yakni Dede Suhendra (Akademisi UIN Ar-Raniry) dan Prof. Dr. Abdullah, S.Pd., M.Si (Ketua Pusat Riset Konservasi Gajah dan Biodiversitas Hutan USK / Sekretaris Tim Penulis Naskah Akademik dan Ranpergub Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Konflik Satwa Liar).

Alur FGD

FGD terlaksana dalam 3 sesi, yakni sesi formal untuk mendengarkan Kata Sambutan Bupati Aceh Timur yang dalam hal ini diwakili oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Setdakab Aceh Tengah, Bapak Salman Nuri, S.STP., M.Ec.Dev.

Setelahnya sesi kedua dipandu oleh Moderator dengan pemaparan dari 2 Narasumber, yakni Narasumber 1: Dede Suhendra (Landasan Hukum dan Urgensi Ranpergub Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar) dan Narasumber 2: Prof. Dr. Abdullah, S.Pd., M.Si (Data dan Tren Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar di Aceh Berikut Menegaskan Substansi Ranpergub Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar.

Selanjutnya pada sesi Ketiga, yakni Sesi Diskusi Terbuka yang dipandu oleh Fasilitator (Dede Suhendra) untuk merumuskan rekomendasi dan rencana aksi percepatan penetapan Ranpergub Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar, dan merumuskan draft surat bersama dorongan percepatan penetapan Ranpergub Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar.

Isu-Isu Utama Yang Mengemuka

  • Mekanisme pelaporan konflik: perlu memperjelas alur dari desa–camat–kabupaten hingga instansi teknis.
  • Pendanaan: potensi Dana Otsus, Dana Desa, Dana BPT, CSR, dan wacana dana abadi ekologi.
  • Kelembagaan: usulan perlunya leading sector yang jelas, yakni memastikan ulang komitmen DLHK Provinsi sebagai leading sector.
  • Regulasi: Pergub KLB harus menjadi dasar hukum untuk menetapkan status bencana, sekaligus memastikan kompensasi dan mitigasi berjalan.
  • Advokasi politik: perlunya melibatkan DPR Aceh, khususnya Komisi III dan V, agar proses Ranpergub tidak kembali stagnan. Keterlibatan unsur-unsur tersebut dalam FGD dengan melibatkan Sekda Aceh, DLHK Aceh, BPBA, dan Instansi berwenang lainnya dengan agenda pembahasan ranpergub tingkat provinsi.

Pernyataan Peserta

  • Camat Ketol: menyampaikan bahwa sudah ada 5 korban konflik gajah di wilayahnya; mekanisme pelaporan harus lebih cepat dan efektif.
  • Wakil Bupati Aceh Utara: mendorong adanya kawasan khusus pemisahan habitat satwa, dan agar Pergub tidak hanya mengatur gajah, tetapi semua satwa liar. Draft Ranpergub yang sudah dibuatkan, dikirim ke kabupaten/kota untuk ditelaah dan Harapannya ada pertemuan tingkat provinsi untuk finalisasi pergub, dengan melibatkan DPR Aceh. Karena ini penting
  • Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setdakab Bireun & PLT. Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kab. Aceh Timur: mendukung percepatan Ranpergub dengan melibatkan DPR Aceh dan memastikan sumber dana kompensasi tersedia.
  • NGO (WALHI, HAkA, WWF, YLI, dll: menilai stagnasi Pergub menunjukkan kurangnya keseriusan pemerintah provinsi; mendorong langkah advokasi bersama.

 Kesepakatan FGD

  1. Menyepakati perlunya percepatan pembahasan dan penetapan Ranpergub KLB di tingkat provinsi.
  2. Adanya draft surat rekomendasi bersama yang ditandatangani seluruh unsur peserta FGD untuk segera dikirimkan ke Gubernur Aceh, dengan poin berharap Bapak Gubernur berkenan untuk bisa menindaklanjuti dengan menetapkan Rancangan Peraturan Gubernur Aceh tentang Kriteria dan Penetapan Kejadian Bencana Luar Biasa Akibat Konflik Satwa Liar dan Manusia menjadi Peraturan Gubernur. Diharapkan dengan diterapkannya menjadi Peraturan Gubernur, maka Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar secara efektif mulai dilaksanakan.
  3. Mengusulkan pertemuan lanjutan di tingkat provinsi dengan melibatkan DPR Aceh.
  4. Memastikan substansi Ranpergub partisipatif, sesuai kondisi lapangan, dan memberi kepastian hukum bagi masyarakat terdampak.

Penutup

FGD ini menjadi bukti komitmen kolektif berbagai pihak di Aceh untuk mempercepat lahirnya regulasi penting dalam penanganan konflik manusia–satwa liar. Peserta sepakat bahwa Aceh harus menjadi contoh nyata dalam melahirkan regulasi berbasis konservasi, yang tidak hanya melindungi satwa, tetapi juga memberikan rasa aman, kepastian hukum, dan keadilan bagi masyarakat.