BERITA RAKYAT ACEH l Banda Aceh – Sebanyak 35 sineas di Aceh mengikuti pelatihan sinematografi yang digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan para sineas lokal dalam dunia perfilman, meskipun di Aceh tidak terdapat bioskop. Pelatihan ini menjadi kesempatan berharga bagi mereka untuk menggali potensi dalam industri perfilman yang terus berkembang, dengan harapan bahwa mereka akan mampu menciptakan karya-karya sinematik yang berkualitas.
Pelatihan berlangsung selama tiga hari, yaitu Selasa hingga Kamis, 6 hingga 8 Agustus 2024, dan diikuti oleh peserta yang berasal dari berbagai komunitas dan produksi film, seperti Layar Kaca Intervision, Ascreative, Sua Art, Komunitas Film Trieng, Lomosa, Axis Pro, dan Grahita Media. Acara ini diselenggarakan di Sei Hotel Banda Aceh dan mengusung tema ‘Mengembangkan Kreativitas Karya Sinema Bagi Insan Perfilman’. Tema ini dipilih untuk memberi penekanan pada pentingnya kreativitas dalam menghasilkan karya film yang dapat bermanfaat bagi perkembangan perfilman dan pariwisata di Aceh.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber-narasumber berkompeten, yang di antaranya adalah Mirza Anggara, Director of Photography dari Layar Kaca, Muzzakir, Founder Komposisi Film, dan Khalily, Founder Away Creative Studio.
Mereka berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait dunia sinematografi, memberikan wawasan tentang teknik pengambilan gambar, komposisi visual, serta bagaimana memproduksi sebuah karya film yang berkualitas. Para narasumber ini berharap bahwa para peserta pelatihan dapat memanfaatkan ilmu yang didapat untuk menciptakan karya-karya sinematik yang tidak hanya memiliki nilai seni tinggi, tetapi juga mampu mempromosikan Aceh sebagai destinasi wisata yang menarik.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal, melalui Kepala Bidang Pengembangan Usaha Pariwisata dan Kelembagaan (PUPK) Ismail, menjelaskan bahwa Pemerintah Aceh terus berupaya mengembangkan sektor ekonomi kreatif di Aceh. Ada 17 subsektor ekonomi kreatif di Aceh, dengan tiga subsektor unggulan, yaitu kriya, kuliner, dan fesyen, serta empat sektor prioritas yang salah satunya adalah perfilman.
Meskipun di Aceh belum terdapat bioskop, Ismail berharap para peserta pelatihan dapat mengembangkan potensi diri mereka dalam bidang perfilman. Film, menurutnya, adalah salah satu cara yang efektif untuk mempresentasikan potensi pariwisata Aceh, yang selama ini belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.
“Kita berharap akan ada satu film layar lebar yang syutingnya di Aceh. Tahun lalu, kami sudah bekerja sama dengan asosiasi perfilman di Aceh, dan kami melihat bahwa industri film ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat Aceh. Ada banyak lapangan pekerjaan yang bisa dibuka melalui industri film ini,” ujar Ismail. Ia juga menambahkan bahwa sektor perfilman memiliki potensi besar dalam mendongkrak pariwisata Aceh, karena film dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan keindahan alam dan budaya Aceh kepada dunia. Dengan dukungan media sosial sebagai platform publikasi, film dapat memberikan pengaruh yang besar dalam promosi pariwisata.
Ismail juga mengajak para peserta pelatihan untuk mempersiapkan diri dalam menyambut perhelatan PON ke-XXI yang akan digelar di Aceh dan Sumatera Utara. “Mari kita siapkan diri untuk menyambut tamu-tamu yang datang. PON ini adalah pertama kalinya dilaksanakan di Aceh, dan kita harus bangga Aceh menjadi salah satu venue utama. Pelatihan ini diharapkan dapat membantu mempersiapkan para peserta untuk turut berkontribusi dalam mempromosikan Aceh sebagai destinasi yang aman dan nyaman,” ujar Ismail.
Sementara itu, Mirza Anggara, Director of Photography Layar Kaca, memberikan pengetahuan tentang teknik pengambilan gambar dalam produksi film. Ia menjelaskan bahwa penggunaan angle kamera yang tepat sangat penting dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dalam film. Selain itu, gerakan kamera juga berperan besar dalam menciptakan suasana dramatis dalam sebuah adegan. “Gerakan kamera tidak hanya bisa menciptakan suasana yang lebih dramatis, tetapi juga membantu mengarahkan perhatian penonton pada subjek tertentu, serta memberi dimensi yang lebih ekspresif pada visual,” jelas Mirza.
Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan para sineas di Aceh dapat mengembangkan keterampilan mereka dalam membuat film yang tidak hanya berkualitas secara teknis, tetapi juga dapat membantu memperkenalkan Aceh kepada dunia luar.
Sebuah film yang baik dapat menjadi salah satu alat promosi yang sangat efektif untuk menarik wisatawan, dan memberi dampak positif bagi perkembangan ekonomi daerah. Para peserta juga diharapkan bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk berkolaborasi dan menciptakan karya yang dapat membanggakan Aceh di tingkat nasional maupun internasional.(*)