Oleh: Kader AMPI Aceh Era 1980-an
BERITA RAKYAT ACEH l Banda Aceh – Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Aceh yang dijadwalkan pertengahan 2025 mendatang menjadi titik krusial dalam perjalanan partai beringin di Tanah Rencong.
Lebih dari sekadar suksesi kepemimpinan, Musda ini adalah momentum evaluasi kolektif: apakah Golkar Aceh masih relevan menjawab tantangan zaman, atau justru tenggelam dalam rutinitas politik internal?
Sebagai salah satu kader yang pernah ditempa dalam semangat kekaryaan AMPI pada era 1980-an, saya melihat bahwa pertanyaan tentang siapa yang layak memimpin Golkar Aceh ke depan tak bisa dijawab dengan hanya menimbang popularitas. Lebih dari itu, dibutuhkan kualitas kepemimpinan yang mampu menyatukan kader, menghidupkan mesin partai, dan menjangkau generasi baru.
Beberapa nama telah mencuat sebagai kandidat Ketua DPD I Partai Golkar Aceh. Masing-masing memiliki latar belakang, pengalaman, dan kekuatan politik yang berbeda:
1. Teuku Raja Keumangan (TRK). Bupati Nagan Raya terpilih kembali, mantan Wakil Ketua DPRA, TRK dikenal memiliki akar kuat di wilayah Barat Selatan Aceh. Sosok yang rendah hati dan akademis ini dinilai mampu menjembatani elite dan akar rumput, meski perlu memperluas pendekatan kepada generasi muda dan organisasi sayap partai.
2. Andi Harianto Sinulingga. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden dan kader senior DPP Golkar. Meski berbasis di pusat, Andi memiliki jejaring luas secara nasional. Ia dikenal sebagai figur teknokrat dengan integritas tinggi, namun dirinya secara terbuka menyatakan tidak tertarik maju dalam Musda kali ini—walau tetap menjadi figur rujukan politik di internal Golkar Aceh.
3. Ilham Pangestu. Anggota DPR RI dari Dapil Aceh II yang terpilih dua periode. Ilham merepresentasikan generasi muda Golkar dengan gaya kepemimpinan komunikatif dan digital-friendly. Keunggulannya terletak pada kedekatan dengan pemuda dan konstituen, serta keberhasilannya menjaga elektabilitas pribadi dan partai di wilayah timur Aceh.
4. Salim Fakhry. Bupati Aceh Tenggara terpilih untuk periode 2025–2030 dan mantan anggota DPR RI dua periode. Salim adalah politisi matang dengan kekuatan basis yang solid. Reputasinya sebagai figur bersih dan pekerja keras di daerah memperkuat posisinya sebagai salah satu calon dengan kualitas kepemimpinan eksekutif yang kuat.
5. Lukman CM. Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Golkar Aceh. Sebagai tokoh senior, Lukman dikenal sebagai penyeimbang dalam dinamika internal partai. Ia dihormati karena pengalaman panjangnya di struktur partai dan kontribusinya terhadap stabilitas organisasi, meski kurang intens dalam pencitraan publik.
6. Mukhlis ST (Takabeya). Ketua DPD II Golkar Bireuen dan calon bupati terpilih untuk periode 2025–2030. Mukhlis adalah simbol kader muda daerah dengan semangat transformasional. Basis loyalitasnya kuat, terutama di wilayah tengah Aceh, dan ia dianggap sebagai figur potensial untuk mendorong regenerasi partai secara struktural.
7. Bustami Hamzah. Mantan Sekda Aceh dan Penjabat Gubernur Aceh (2024). Meski bukan kader Golkar secara struktural, namanya disebut-sebut sebagai calon alternatif. Dengan pengalaman birokrasi dan reputasi teknokrat yang baik, Bustami dianggap mampu membangun sinergi antar pemangku kepentingan. Namun, ia masih butuh ujian elektabilitas internal partai.
8. Ali Basrah. Wakil Ketua DPRA periode 2024–2029, tokoh Aceh Tenggara dengan pengalaman panjang di legislatif dan pernah menjabat sebagai Wakil Bupati. Ali dikenal sebagai tokoh yang konsisten dan bersih. Kelebihannya adalah kemampuan membina kader secara sistematis dan kedekatan dengan jaringan politik lokal.
9. Syukri Rahmat. Wakil Ketua DPD I Golkar Aceh sekaligus Ketua Steering Committee Musda. Sebagai kader senior internal, Syukri dikenal aktif membina struktur hingga ke tingkat desa. Ia memiliki pemahaman mendalam terhadap dinamika partai dan prosedur organisasi, serta dipandang sebagai sosok organisatoris yang loyal dan moderat.
Popularitas Bukan Satu-Satunya Ukuran. Tentu, populari